Sosial Budaya

Siwaratri Bukan Ajang Penghapusan Dosa, Tapi Ajang Introspeksi Diri

Ingat Puasa dan Jagra
936 Views

BALI, OborDewata.com – Siwaratri sebentar lagi, yakni pada 27 Januari 2021. Siwaratri bertepatan dengan hari ke-14, paruh gelap (panglong ping 14) bulan ketujuh (Magha).

Kisah bahwa Sang Lubdhaka berangkat berburu kembali. Ia melakukan perjalanan seorang diri, menuju ke arah timur laut, atau dalam istilah Bali arah kaja kangin.

Ia berjalan melewati desa-desa sepi, dengan atap alang-alang, ijuk berserakan, menandakan jarang orang datang ke sana.

Sampai petang ia masih berputar-putar di hutan itu, hingga ia menemukan danau di hutan tersebut yang sangat luas. Lubdaka yang lelah dan belum mendapatkan buruan, akhirnya beristirahat di sana.

Alam bebas yang liar membawa angin sepoi-sepoi, angin dingin yang membuat tubuh Lubdaka menggigil.

Ia semakin merinding, karena tak ada satupun suara binatang malam selain suara desiran angin. Hal yang sangat aneh untuk hutan dan danau seluas itu. Sampai malam tiba, akhirnya Lubdaka memilih berhenti di sana.

Sebab sebelumnya, ia merasa dirinya hanya berputar-putar saja dan tidak menemukan buruan sama sekali.

Lubdaka berpikir, dengan menunggu di atas dahan, siapa tahu ada binatang yang meminum air di danau.

Malam semakin gelap, akhirnya Lubdaka memutuskan menginap di sekitar danau ini. Ketimbang ia tersesat di tengah hutan.

Ia berdiam diri di atas pohon, menghindari sergapan hewan buas. Kala itu ia naik ke atas pohon Maja atau Bilwa, yang ada di pinggir danau.

Matanya mulai mengantuk, mulutnya menguap dengan lebar. Karena takut tertidur, ia memetik satu per satu daun Maja sebagai pengusir kantuknya. Ia tidak tahu di tengah danau terdapat Siwa Lingga.

Satu per satu daun Maja berkumpul di Siwa Lingga itu. Lubdaka yang kelelahan, akhirnya melihat mentari pagi akan naik dari ufuk timur.

Ia pun senang karena malam telah berakhir, dan segera turun dari pohon Maja. Walaupun tak mendapat buruan, setidaknya ia aman sampai pagi.

Sesampainya di rumah, anak dan istrinya girang. Mengira Lubdaka membawa pulang hasil buruan untuk masakan dan makanan.

Harapan mereka pupus, tatkala melihat tangan kosong sang ayah. Waktu berlalu, pagi dan malam silih berganti, usia terus berjalan.

Sampai tiba waktunya Lubdaka sakit keras, hingga akhirnya ia meninggal dunia. Upacara pengabenan berlalu, agar roh Lubdaka tenang dan bersatu disisiNya.

Tapi tidak ada yang tahu, atmanya melayang-layang di angkasa dengan penuh kesedihan, tanpa tahu jalan mana yang harus terlewati.

Di antara kesedihan Lubdaka, ada karunia yang menanti. Dewa Siwa yang mengetahui ihwal Lubdaka, tatkala malam Siwaratri tidak berburu dan tetap melek. Akhirnya memberikan karunia pada rohnya.

Dewa Siwa teringat, kala itu Lubdaka secara tidak sadar telah melakukan brata Siwaratri, salah satunya dengan Jagra atau terjaga dan tidak membunuh binatang.

Akhirnya Dewa Siwa mengutus serdadu Siwalaya yang bernama Ganabala, untuk menjemput Lubdaka dan membawanya ke hadapan beliau.

Namun di sisi yain, Sang Yamadipati atau Bhatara Yama mengutus Yamabala untuk menangkap Lubdaka. Yamabala atau Kingkaralaba, dengan cepat mendapatkan roh Lubdaka yang kebingungan itu.

Ia pun di adili karena membunuh atau memburu semasa hidupnya di alam sunia. Pasukan Ganabala pun tiba, dan melihat Lubdaka tersiksa serta di adili. Hal ini membuat pertempuran dua pasukan tak bisa terhindari.

Akhirnya pihak Yamalaba kalah, dan Ganalaba berhasil membawa Lubdaka menghadap Dewa Siwa.

Di Siwaloka, dengan ramahnya Dewa Siwa menerima kedatangan roh Lubdaka. Karena baktinya saat malam Siwaratri, atau malam tatkala Dewa Siwa beryoga semadi.

Akhirnya Lubdaka dapat anugerah, dan memberikan tempat untuknya di Siwaloka. Demikian kisah Lubdaka dalam lontar Siwaratri Kalpa.

Tapi jangan berharap saat Siwaratri dosa kalian akan terhapuskan, karena Lubdaka pun tetap tersiksa dan dapat pengadilan karena karma dan perbuatannya semasa hidup dulu. (SHA)