MANGUPURA, OborDewata.com – Akan diselenggarakannya event bela diri bertajuk Canggu Fight Night: Knees of Fury 96 yang sedianya digelar pada Minggu malam, 25 Mei 2025 di Atlas Super Club, Canggu, Badung, Bali, diminta untuk ditunda dan dibatalkan sementara menyusul surat resmi dari Asosiasi World Muaythai Indonesia (AWMI). Acara yang mengusung lebih dari 10 pertandingan Muay Thai dengan konsep pertunjukan malam ini dipertanyakan legalitasnya, khususnya terkait perizinan dan prosedur administratif yang belum tuntas.
Dalam surat resmi AWMI bernomor 001/AWMI/V/2025 yang ditandatangani langsung oleh Ketua Umum AWMI, Dewanto P. Siregar, tertanggal 24 Mei 2025, pihak asosiasi menyatakan bahwa kegiatan tersebut belum memenuhi syarat administratif pertandingan olahraga bela diri resmi.
“Dengan ini kami meminta kepada pihak penyelenggara dan venue untuk menunda dan membatalkan sementara event Canggu Fight Night Knee of Fury 96 yang akan diselenggarakan pada hari Minggu, 25 Mei 2025, dikarenakan kurangnya kelengkapan administratif yaitu tidak adanya surat rekomendasi dari induk organisasi pusat,” ujarnya.
AWMI juga menyoroti fakta bahwa dalam promosi awal, event ini melibatkan sejumlah petarung asing. Hal tersebut menurut AWMI semakin memperkuat alasan penundaan, karena kegiatan dengan partisipasi warga negara asing di bidang olahraga bela diri harus mendapatkan izin khusus dari Mabes Polri.
Ketua Umum AWMI, Dewanto P. Siregar menegaskan ketika dikonfirmasi pada Minggu pagi (25/5/2025) mempertanyakan izin penyelenggara tidak di persiapkan dgn cermat dan teliti, sangat sayang event bergengsi seperti ini tidak dikemas dengan baik dan harus melalui mekanisme. Apalagi kalau ingin melibatkan pemain luar negeri, maka izinnya harus dari mulai daerah penyelenggara hingga Mabes Polri. “Kalau mau mengurus cabang olahraga, baik Muay Thai, boxing,king boxing, karate, semua ada mekanisme melekat pada aturannya. “Harus jelas yang bertanggung jawab dan menjadi EO jika kegiatan bela diri itu telah mengantongi izin keramaian” tegasnya.
Ia menambahkan, izin keamanan dan keramaian itu tidak bisa asal dan harus bersurat dari polsek,Polres dan Polda. “Kalau sampai melibatkan warga negara asing, maka harus diawali dari komukatif keseluruh pihak terkait. Itu aturan, dan mereka belum lakukan itu. Poinnya, kami tidak anti terhadap event seperti ini. Kami mendukung, asalkan semua aturan dipatuhi. Tidak cukup hanya mengandalkan pengamanan dari security club saja,” aparat kepolisian harus ada imbuhnya.
Menanggapi polemik yang muncul dan permintaan resmi dari AWMI, pihak penyelenggara melalui CEO Bali MMA, Donald Carlos Clauss, mengeluarkan surat pernyataan resmi terkait revisi daftar peserta. Dalam pernyataan tertulisnya yang juga ditandatangani pada 24 Mei 2025, Donald menegaskan bahwa seluruh petarung yang akan tampil dalam acara Knees of Fury Muaythai Exhibition adalah Warga Negara Indonesia (WNI), dan tidak ada peserta berkewarganegaraan asing.
“Dengan ini kami menyatakan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan ‘Knees of Fury – Muaythai Exhibition’ yang akan berlangsung pada Minggu, 25 Mei 2025 di Atlas Super Club, seluruh peserta atau fighter yang akan tampil adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dan tidak terdapat peserta berkewarganegaraan asing. Pernyataan ini merupakan revisi dan klarifikasi atas daftar peserta sebelumnya, dan disampaikan untuk memastikan bahwa kegiatan berjalan sesuai ketentuan yang berlaku,” tulis Donald dalam suratnya.
Pernyataan ini ditujukan sebagai bentuk tanggung jawab dan transparansi dari pihak penyelenggara kepada publik serta pemangku kepentingan di dunia olahraga bela diri Indonesia. Perlu diketahui, CFN: Knees of Fury 96 awalnya digadang-gadang sebagai pertarungan spektakuler yang memadukan olahraga bela diri dengan hiburan malam. Digelar di salah satu klub malam terbesar di Bali, Atlas Super Club, event ini sempat dipromosikan akan menghadirkan lebih dari 10 laga Muay Thai dengan penampilan petarung dari berbagai negara, menyasar wisatawan asing, komunitas bela diri, dan pencinta hiburan malam di Pulau Dewata.
Namun, munculnya intervensi dari AWMI menandai bahwa acara seperti ini tak bisa berjalan hanya bermodal konsep dan promosi. Legalitas, tanggung jawab hukum, dan izin dari lembaga resmi menjadi syarat utama yang tidak boleh diabaikan. Terlebih bila menyangkut keselamatan atlet dan penonton, serta keabsahan penyelenggaraan di mata hukum dan federasi olahraga nasional.
Sejumlah pihak, salah satunya LSM JARRAK (Jaringan Reformasi Rakyat) menilai bahwa acara ini sebenarnya punya potensi besar untuk menjadi atraksi unggulan di Bali, namun minimnya koordinasi dan dokumen pendukung yang sah membuatnya menuai kontroversi. Seorang pelaku industri olahraga di Bali yang enggan disebut namanya menyatakan, “Acara seperti ini sangat bagus untuk menarik perhatian dunia, tapi semua harus jelas dan resmi. Jangan sampai jadi sorotan negatif.”
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari manajemen Atlas Super Club selaku venue yang direncanakan menjadi lokasi acara. Ketika dikonfirmasi Putu Bunga selaku HR Atlas Super Club belum menjawab terkait pelaksanaan even tersebut Pihak klub malam tersebut sebelumnya diketahui aktif dalam mendukung berbagai bentuk hiburan internasional di Bali, termasuk acara seni bela diri dan pertunjukan musik elektronik.
Pihak AWMI menyatakan tetap terbuka untuk memberi dukungan terhadap event olahraga seperti ini di masa mendatang, dengan syarat seluruh prosedur dan legalitas dipenuhi terlebih dahulu. “Kami mendukung perkembangan Muay Thai di Indonesia, tapi harus di jalur yang benar. Bukan soal dukung atau tidak, tapi soal prosedur dan keamanan,” tutup Dewanto P. Siregar. Pihaknya menanti apakah pihak penyelenggara akan mengajukan ulang perizinan secara resmi dan melengkapi seluruh dokumen yang disyaratkan untuk kembali menjadwalkan event Knees of Fury di waktu mendatang. tim/ama/tra/ksm