JEMBRANA, OborDewata.com –
Duka menyelimuti keluarga Ni Kadek Ari Dwi Riyandini (24), seorang pekerja migran asal Kelurahan Sangkaragung, Kecamatan Jembrana, Bali. Kadek Ari dikabarkan meninggal dunia di Jepang pada Minggu, 25 Mei 2025, setelah sempat dilaporkan dalam kondisi sakit akibat komplikasi.
Kabar kepergian Kadek Ari dibenarkan oleh Kepala Bidang Penempatan, Pelatihan, Produktivitas, dan Transmigrasi (P3T) Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Kabupaten Jembrana, Putu Agus Arimbawa. Saat ditemui di ruang kerjanya pada Selasa (27/5), Agus menyampaikan bahwa proses pemulangan jenazah belum bisa dilakukan karena masih menunggu prosedur hukum dan administrasi dari otoritas Jepang.
“Jenazah harus melalui proses otopsi karena status almarhumah di Jepang tidak resmi atau unprosedural. Setelah itu, baru bisa diserahkan ke KBRI Jepang untuk kemudian dipulangkan,” ujar Agus.
Karena status keimigrasian Kadek Ari tidak legal, biaya pemulangan jenazah yang ditaksir mencapai Rp120 juta harus ditanggung sendiri oleh keluarga. Pemerintah Jepang, melalui KBRI, telah menyampaikan bahwa jika keluarga mengalami kendala biaya, maka jenazah kemungkinan akan dikremasi di Jepang.
Namun, pihak keluarga bersikeras agar jenazah Kadek Ari bisa dipulangkan utuh ke tanah air. Rekan-rekannya di Jepang telah lebih dulu menggalang donasi untuk membantu pemulangan jenazah. Dukungan juga datang dari Pemerintah Kabupaten Jembrana yang ikut menggalang donasi internal.
“Pemerintah daerah, sesuai arahan Bupati Jembrana, menggalang bantuan secara internal dari para pegawai. Hal ini sebagai bentuk solidaritas, mengingat kondisi ekonomi keluarga almarhumah yang terbatas,” kata Agus.
Sebelumnya, kondisi kesehatan Kadek Ari sempat menjadi perhatian publik setelah diberitakan mengalami sakit parah dan tidak mampu membiayai pengobatan di Jepang. Lurah Sangkaragung, I Ketut Sudina, membenarkan bahwa warganya itu tengah menjalani masa pemagangan ketika jatuh sakit.
“Beberapa waktu lalu kami dari kelurahan bersama pihak Disnaker telah mengunjungi rumah orangtuanya. Saat itu, informasi yang kami terima adalah beliau sedang dirawat dalam kondisi kritis,” tutur Sudina.
Kini, duka mendalam menyelimuti keluarga di Sangkaragung. Di tengah ketidakpastian dan proses birokrasi lintas negara, harapan mereka hanya satu: agar putri mereka bisa pulang dan dimakamkan di tanah kelahirannya. ga/sathya



