DENPASAR, OborDewata.com – Lonjakan harga babi yang mencapai Rp57 ribu per kilogram berat hidup memicu reaksi keras dari berbagai pihak, terutama asosiasi pemotong babi. Menanggapi situasi ini, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distanpangan) Provinsi Bali menginisiasi pertemuan antara tiga asosiasi, yakni Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI), asosiasi pemotong babi, dan asosiasi pengirim babi antar pulau. Pertemuan berlangsung tanpa kesepakatan akhir, namun diharapkan menjadi langkah awal untuk mencapai solusi.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bali, Dr. Wayan Sunada, menjelaskan bahwa pertemuan ini bertujuan mengurangi gesekan di antara para pelaku usaha terkait perbedaan kepentingan. “Ketika harga babi turun, peternak mengeluh. Sebaliknya, saat harga naik, pemotong babi yang keberatan. Kami ingin menciptakan kesepakatan agar semua pihak bisa berjalan harmonis,” ujarnya, Senin (2/12/2024).
Terkait pengiriman daging beku keluar Bali, Sunada menyatakan pihaknya masih melakukan pembinaan agar sesuai standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku. “Kami juga telah bersurat ke Kementerian Pertanian untuk menghentikan impor daging babi beku karena berdampak signifikan pada harga lokal,” tegasnya.
Putu Ria Wijayanti, peternak sekaligus pengirim daging babi, berharap pemerintah memberikan dukungan lebih kepada pelaku usaha kecil menengah (UMKM). “Selama ini, izin pengiriman daging ke luar negeri terpusat pada perusahaan besar. Kami berharap pemerintah mempermudah akses bagi UMKM untuk mendapatkan Nomor Kontrol Veteriner (NKV),” ungkapnya.
Ia juga mengusulkan agar pemerintah memfasilitasi ekspor daging babi untuk membuka peluang pasar internasional. “Jika daya serap daging di Bali menurun karena harga tinggi, UMKM bisa mengakses pasar luar negeri untuk menjaga keberlanjutan usaha,” tambahnya.
Ida Bagus Surya Prabhawa Manuaba, perwakilan asosiasi pemotong babi, mengapresiasi inisiatif pemerintah yang telah memfasilitasi dialog ini. Ia berharap pemerintah dapat mengambil langkah strategis untuk melindungi pelaku usaha lokal dari persaingan ketat, baik dari dalam maupun luar Bali.
“Kami juga mengusulkan pengukuhan legal standing bagi asosiasi Jagal Babi Bali yang selama ini belum mendapatkan pengakuan resmi. Dengan legalitas, kami bisa memberikan perlindungan lebih baik kepada anggota,” ujarnya.
Meskipun belum ada keputusan final, pertemuan ini menjadi awal dari diskusi yang diharapkan menghasilkan kesepakatan bersama. “Kami akan melanjutkan pertemuan untuk membahas lebih mendalam dan menyepakati langkah strategis yang adil bagi semua pihak,” tutup Sunada.
Pemerintah diharapkan mampu menjadi penengah sekaligus pelindung bagi pelaku usaha peternakan, pemotongan, dan perdagangan daging babi di Bali agar sektor ini tetap menjadi salah satu penopang ekonomi lokal selain pariwisata. tim/dx