DENPASAR, OborDewata.com – Nyoman Sukena full senyum, usai hakim mengabulkan penangguhan penahanan terdakwa pemelihara Landak Jawa.
Kuasa Hukum Gede Pasek Suardika, mengatakan prosesnya sederhana saja dan lanjutnya kasus ini seharusnya tidak perlu hingga masuk ruang sidang.
“Aparat jangan sedikit-sedikit mau main penjara, kemudian kita juga jangan sembarangan memelihara binatang, yang siapa tahu malah itu masuk katagori harus terlindungi,” jelasnya kepada media.
Gede Pasek Suardika berharap semua harus belajar dari kasus Landak Jawa ini. Ia juga menjelaskan bahwa Nyoman Sukena biasanya memelihara ayam, babi untuk kebutuhan ekonomi.
Sementara untuk hobi, Nyoman Sukena memelihara landak dan kakaknya memelihara burung Jalak Bali. Gede Pasek Suardika pun meyakini, bahwa Nyoman Sukena memelihara landak dengan sepenuh hatinya.
“Lebih baik uang penyidikan dan penyelidikan, untuk membongkar kasus korupsi yang besar,” tegasnya.
Sebelumnya, pihak keluarga I Nyoman Sukena sangat terpukul akan kasus yang menimpa anaknya. Pasalnya, tanpa angin dan hujan, Nyoman Sukena malah langsung menemui proses hukum, padahal tidak tahu landak yang itu merupakan hewan yang harus terlindungi.
Pihak keluarga berharap I Nyoman Sukena cepat bebas. Mengingat masih ada dua anak dan istri yang menantinya.
Made Klemeng, ayah Nyoman Sukena, tidak mengerti akan kasus yang menimpa anaknya. Pasalnya dia tidak mengetahui bahwa landak itu binatang terlindungi.
“Landak itu sebenarnya mertuanya yang memelihara dan dapatnya dari kebun. Landak yang masih kecil itu tertinggal, karena mertuanya meninggal, sehingga anak saya yang mengambil untuk memelihara,” ujarnya.
Landak Jawa itu kemudian terawat hingga tumbuh besar. Bahkan tidak mengetahui jika itu berpasangan hingga berkembang biak dan melahirkan dua anak.
“Jadi karena kasihan, makanya anak saya memelihara. Mungkin kalau tahu begini kan lepas saja,” ucapnya. Dia tidak bisa berkata banyak, hanya berharap anaknya bisa bebas dengan cepat.
Mengenai siapa yang melaporkan, Made Klemeng pun juga tidak mengerti. Ia mengaku tidak tahu dari mana yang datang dan mengambil Landak Jawa itu.
“Saya tidak tahu yang melaporkan. Yang jelas datang petugas dengan berbaju putih hitam mau mengambil Landak Jawa. Sudah ada izin, namun tidak bisa tertangkap karena ada duri. Sehingga anak saya yang membantu,” bebernya.
Pihaknya mengakui, setelah pengambilan landaknya, anaknya I Nyoman Sukena terus melakukan pemeriksaan wajib lapor.
Bahkan terakhir sampai harus proses pengamanan. “Intinya seperti itu saja, Pak. Karena saya tidak tahu apa-apa. HP saya tidak punya. Saya tidak bersekolah dulu. Sehingga kami awam akan perlindungan landak itu,” imbuhnya.
Penasihat hukum I Nyoman Sukena, R Bayu Perdana, saat ini tengah mengupayakan membebaskan Nyoman Sukena dalam proses persidangan yang berlangsung.
Persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis (12/9/2024) dengan agenda saksi meringankan dan keterangan terdakwa.
Selanjutnya, penetapan hakim terkait penangguhan terdakwa, Bayu mengatakan, seharusnya perkara ini tidak masuk ke pengadilan karena dapat dengan restorative justice.
“I Nyoman Sukena hanya menyelamatkan Landak Jawa di sawah, tanpa ada niat untuk menyakiti maupun menjual landak tersebut,” tuturnya.
Ia menyebut, Jaksa Penuntut Umum salah dalam mendakwa terdakwa karena menggunakan Undang-undang yang sudah tidak berlaku. “Maka sudah sepatutnya terdakwa segera bebas lepas dari segala tuntutan,” jelasnya.
Pihaknya optimistis karena hakim menyatakan saat ini masih ada kemungkinan restorative justice. “Namun tidak seperti dalam tahap penyidikan maupun penuntutan, tapi nanti dalam bentuk pertimbangan hakim dalam putusan,” ujarnya.
Pengadilan Negeri (PN) Denpasar angkat bicara mengenai viralnya kasus Landak Jawa dengan terdakwa Nyoman Sukena ini.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Denpasar, Gde Putra Astawa mengatakan, kasus ini belum vonis, proses hukumnya masih berlangsung. Dan tentunya hakim akan mempertimbangkan beragam hal yang meringankan.
“Saat ini persidangan kasus ini masih berlanjut. Sidang berikutnya pada Kamis 12 September 2024 dengan agenda pemeriksaan saksi meringankan dan pemeriksaan terdakwa,” ujar Putra Astawa.
Ia menegaskan, hingga saat ini belum ada putusan atau vonis dari hakim. Terdakwa Nyoman Sukena harus berurusan dengan meja hijau dengan dakwaan tunggal Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 ayat (2) UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE).
Ancaman pidana yang diatur dalam UU tersebut adalah penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta. Ancaman pidana yang tercantum dalam dakwaan merupakan batasan hukum dan bukan vonis final dari hakim. Hakim akan mempertimbangkan berbagai faktor dalam menjatuhkan putusan akhir, dengan rentang hukuman mulai dari 1 hari hingga maksimum 5 tahun.
“Terkait penahanan terdakwa, jaksa penuntut umum yang mengajukan kasus ini juga melanjutkan penahanan tersebut selama proses persidangan sesuai dengan Pasal 20 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP),” imbuh Putra Astawa.
Pada persidangan, Kamis (5/9/2024), tim penasihat hukum terdakwa telah mengajukan permohonan penangguhan atau pengalihan tahanan.
Majelis Hakim menyatakan akan memberi keputusan atas permohonan tersebut pada persidangan selanjutnya, Kamis (12/9/2024).
“Permohonan pengalihan penahanan adalah hak terdakwa yang dapat pengajuannya melalui penasihat hukumnya. Majelis Hakim akan mempertimbangkan permohonan ini dan memutuskan apakah akan mengabulkan atau tidak,” paparnya.
Ia menambahkan, PN Denpasar mengimbau masyarakat Bali untuk tetap tenang dan mempercayakan proses persidangan kepada Majelis Hakim.
“Pengadilan akan mempertimbangkan semua fakta yang terungkap dalam persidangan serta perkembangan masyarakat sebelum mengambil keputusan akhir dalam kasus I Nyoman Sukena,” kata Putra Astawa. sha/ay/dx