DENPASAR, OborDewata.com – Larangan memproduksi air minum kemasan plastik itu menjadi sorotan dalam kebijakan Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025. Hal ini karena dalam sehari jumlah sampah yang dihasilkan Provinsi Bali sebanyak 3.400 ton sampai 3.500 ton dan 17 persennya merupakan sampah plastik.
Oleh karena itu, sampah plastik tidak bisa dimanfaatkan kembali kecuali pada kategori tertentu.
Plt. Kepala Dinas KLH Provinsi Bali, I Made Rentin usai ditemui di Rapat Paripurna DPRD Bali, Selasa 8 April 2025. Sehingga kata Rentin, poin larangan memproduksi air minum kemasan plastik itu menjadi sorotan dalam kebijakan Surat Edaran (SE) Nomor 9 Tahun 2025.
“SE Nomor 9 Tahun 2025 itu tidak berdiri sendiri, di pusat ada peraturan Menteri Lingkungan Hidup yang mengatur hal yang sama,” jelas, Rentin.
Lebih lanjutnya ia mengatakan peta jalan pengurangan sampah plastik dari produsen diatur dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2019, seharusnya di daerah termasuk namun realisasinya terlambat untuk diterapkan.
Sementara implementasi poin dalam SE Nomor 9 Tahun 2025 yang menyatakan setiap lembaga usaha dilarang memproduksi air minum kemasan plastik sekali pakai dengan volume kurang dari 1(satu) liter di wilayah Provinsi Bali, untuk warung atau usaha dagang yang masih memiliki stok dagangan air kemasan dengan ukuran dibawah 1 liter, Rentin mengatakan agar menghabiskan stok dagangannya terlebih dulu.
“Kan ada masa peralihan. Jadi pelan tapi pasti kita berangsur edukasi mereka untuk prosesnya menghabiskan dulu. Setelah penghabisan itu tidak meminta stok baru untuk air kemasan di bawah 1 liter,” sambungnya.
Seluruh proses pembuatan air dalam kemasan plastik dengan ukuran dibawah 1 liter mulai dari, produksi, distributor, mendatangkan stok air minum dalam kemasan dibawah 1 liter dari luar Bali, termasuk menjualbelikan produk tersebut dilarang jika berkaca pada SE Nomor 9 Tahun 2025 dilarang.
“Makna dari SE itu begitu. Kebijakan itu tidak serta merta langsung sanksi, tidak. Kita awali dengan sosialisasi dan edukasi. Di dalam SE ada penetapan paling lambat 1 Januari 2026 sudah diterapkan. Artinya senggang waktu 2025 adalah masa kita untuk sosialisasi dan edukasi,” tutupnya.
Untuk kegiatan sosialisasi pada masyarakat luas mengenai penanganan sampah ini, Rentin akan memberdayakan komunitas lingkungan yang jumlahnya ratusan di Bali. Harapannya dengan memberdayakan komunitas peduli lingkungan edukasi, sosialisasi, dan informasi yang berkaitan dengan kebijakan pengolahan sampah di Bali dapat efektif dilakukan. sar/sathya