Ekonomi Bisnis

Masyarakat Tak Terima PPN Naik 12 Persen, DJP Sebut Banyak Aspek Pertimbangan

867 Views

DENPASAR, OborDewata.com – Usai pemerintah berencana akan menetapkan PPN jadi 12 persen pada Tahun 2025 mendatang, banyak masyarakat yang mengatakan akan melakukan frugal living. Sementara itu, Dasar hukum kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen adalah Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) klaster PPN yang berbunyi, ‘Tarif Pajak Pertambahan NIlai yaitu sebesar 12 persen (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.

Menanggapi hal tersebut, Darmawan selaku Kepala Kanwil DJP Bali mengatakan penetapan tarif PPN tersebut dalam UU HPP telah melalui pembahasan yang mendalam

antara pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Selain itu, pemerintah juga sudah mempertimbangkan berbagai aspek dalam menentukan kebijakan tarif PPN, seperti aspek ekonomi, sosial, dan fiskal,” katanya pada, Selasa (3/12/2024).

Lebih lanjutnya ia mengatakan, kenaikan tarif PPN 1 persen yang diatur dalam UU HPP mengedepankan prinsip-prinsip keadilan, kesederhanaan, kepastian hukum yang ditujukan untuk mendorong kegiatan ekonomi sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Sebelum dilakukan penyesuaian tarif PPN telah dilakukan berbagai upaya untuk memperkuat daya beli masyarakat yang diatur dalam UU HPP melalui Perluasan lapisan penghasilan yang dikenakan tarif terendah 5 persen yang semula sebesar Rp50 juta menjadi Rp60 juta, Pembebasan pajak penghasilan (0%) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500 juta dan bagi penghasilan Rp500 juta ke atas sampai dengan 4,8 miliar dikenakan tarif 0,5 persen.

Di sisi lain, sebagai wujud kegotongroyongan orang pribadi yang memiliki penghasilan lebih dari Rp5 miliar dikenakan tarif tertinggi sebesar 35 persen. Pengaturan ulang terkait dengan imbalan dalam bentuk natura/kenikmatan, sehingga bagi pemberi, imbalan tersebut dapat dibebankan sebagai biaya, namun bagi penerima dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan (dengan batasan tertentu). Penetapan penurunan tarif PPh badan menjadi 22 persen. Pemerintah tetap memberikan fasilitas pembebasan PPN atas penyerahan barang dan jasa tertentu. Penyerahan (jual beli) atas barang kebutuhan pokok berupa beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran tidak dikenakan/bebas PPN.

“Demikian pula penyerahan jasa pelayanan kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa transportasi umum, dan jasa ketenagakerjaan juga dibebaskan dari pengenaan PPN, tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi atau daya beli masyarakat,” bebernya.

Sejalan dengan kenaikan tarif PPN 1 persen dalam rangka untuk mendorong perkembangan industri tertentu yang bersifat padat karya, pemerintah telah menetapkan kebijakan diantaranya, fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk penyerahan rumah tapak dan unit rumah susun untuk kepemilikan pertama dengan harga sampai dengan Rp5 miliar.

Fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) kendaraan Bermotor Listrik (KBL) dengan kandungan dalam negeri sebesar 40 persen, fasilitas untuk industri pionir berupa pengurangan Pajak Penghasilan badan untuk jumlah investasi dan jangka waktu tertentu, fasilitas penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan fasilitas bagi perusahaan yang melaksanakan program magang dan penelitian yang diharapkan dapat memberikan multiplier effect bagi perkembangan perusahaan pendukung industri di atas.

Pada gilirannya perkembangan industri tersebut akan menyerap tenaga kerja sehingga akan mempertahankan atau bahkan meningkatkan daya beli masyarakat. Sesuai dengan program-program hasil terbaik (quick win) Kabinet Merah Putih, termasukkebijakan perpajakan di atas (termasuk kenaikan tarif PPN 1 persen) akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk antara lain makan bergizi gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu hamil, membangun sekolah unggul terintegrasi di setiap kabupaten, dan memperbaiki sekolah yang perlu renovasi, pemeriksaan kesehatan gratis, menuntaskan kasus TBC, dan membangun Rumah Sakit lengkap berkualitas di kabupaten melanjutkan dan menambahkan program kartu-kartu kesejahteraan sosial serta kartu usaha untuk menghilangkan kemiskinan absolut.

Selain itu, mencetak dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan lumbung pangan desa, daerah, dan nasional dan melanjutkan pembangunan infrastruktur desa dan kelurahan, Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan menjamin penyediaan rumah murah bersanitasi baik untuk yang membutuhkan, terutama generasi milenial, generasi Z, dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

“Masyarakat dan pelaku usaha diharapkan memahami Kebijakan baru ini sebagai bagian dari bentuk kegotongroyongan dan pemenuhan kewajiban sebagai warga negara, Desain kebijakan fiskal tahun 2025 diarahkan untuk Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan, APBN merupakan instrumen pelaksanaan program pembangunan nasional termasuk Program Hasil Terbaik Cepat (Quick Win) Pemerintah periode 2024-2029 yang sumber dananya sebagian besar berasal dari pajak,” katanya.

Sebagai unit vertikal Direktorat Jenderal Pajak, dan Kementerian Keuangan di Provinsi Bali, Kanwil DJP Bali akan melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. “Kami terus memantau dampak dari kebijakan perpajakan terkait tarif PPN dan akan mengambil langkah-langkah berupa penyampaian masukan ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, dan Kementerian Keuangan sesuai hirarki kewenangan yang ada,” tutupnya. ri/sathya