BADUNG, Obor Dewata.com — Predikat “Pulau Terbaik di Asia 2025” yang disematkan kepada Bali ternyata belum sepenuhnya layak diterima. gelar tersebut justru menjadi cambuk keras bagi seluruh pemangku kepentingan untuk berbenah.
Bali masih bergulat dengan berbagai persoalan mendasar, mulai dari tata ruang yang semrawut, kemacetan lalu lintas, hingga persoalan sampah dan kerusakan lingkungan yang belum tertangani secara tuntas, Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana, Prof. Dr. I Putu Anom, M.Par.
“Bali sebenarnya belum siap menyandang predikat tersebut mengingat masih lemahnya tata kelola dan banyaknya permasalahan, seperti kemacetan, sampah, dan kerusakan lingkungan yang belum ada solusi yang efektif sampai saat ini,” ujarnya, Jumat (17/10/2025) di Badung.
Dirinya menyebitkan, Kemacetan parah di sejumlah kawasan wisata yang dapat menurunkan minat wisatawan.
“Waktu wisatawan banyak terbuang di perjalanan. Ke depan perlu rekayasa lalu lintas, pembangunan underpass dan shortcut, agar perjalanan wisata lebih efisien,” cetusnya.
Dirinya menilai pengelolaan sampah di Bali masih jauh dari ideal.
“Bali perlu mencontoh daerah lain yang sudah berhasil dalam sistem pengelolaan sampahnya,” cetusnya.
Tak hanya soal infrastruktur, ia juga mendesak ketegasan pemerintah dalam menegakkan aturan tata ruang dan menertibkan usaha wisata tanpa izin yang merugikan daerah.
“Usaha bodong menimbulkan persaingan tidak sehat dan mengurangi PAD,” ucapnya.
Dirinya mengingatkan, predikat sebagai pulau terbaik bukan sekadar kebanggaan, melainkan tanggung jawab besar untuk menjaga kepercayaan wisatawan dunia.
“Kalau tidak segera dibenahi, citra Bali bisa turun, dan itu justru merugikan promosi pariwisata ke depan,” katanya.
Sembari Dirinya menegaskan bahwa pembangunan pariwisata di Bali harus menjaga keseimbangan antara ekonomi, alam, manusia, dan budaya.
“Bali tidak hanya untuk hari ini, tetapi untuk generasi mendatang”, pungkasnya. mas/pril



