BALI, OborDewata.com – Wrhaspati Tattwa adalah ajaran yang berisi dialog antara seorang guru spiritual, yaitu Sang Hyang Iswara dengan seorang sisia (murid) spiritual yaitu Bhagawan Wrhaspati.
Bahwa Sanghyang Iswara berstana di puncak Gunung Kailasa. Yaitu sebuah puncak Gunung Himalaya yang suci.
Sedangkan Bhagawan Wrhaspati adalah seorang suci, yang merupakan guru dunia (guru loka), berkedudukan di sorga.
Secara garis besar ajaran-ajaran dalam dialognya, adalah tentang kenyataan tertinggi yaitu Cetana dan Acetana.
Cetana adalah unsur kesadaran. Acetana adalah unsur ketidaksadaran. Kedua unsur ini bersifat halus, dan menjadi sumber segala yang ada.
Cetana ada 3 jenis, yaitu Paramasiwa Tattwa, Sadasiwa Tattwa, dan Siwatma Tattwa. Ketiganya pula adalah Cetana Telu, atau tiga tingkatan kesadaran.
Ketiganya tiada lain adalah Sang Hyang Widhi sendiri, yang telah berbeda tingkat kesadarannya.
Paramasiwa memiliki tingkat kesadaran tertinggi, Sadasiwa menengah, dan Siwatma terendah.
Tinggi rendahnya tingkatan ini, tergantung pada kuat tidaknya pengaruh Maya. Sebab Paramasiwa bebas dari pengaruh Maya.
Sadasiwa mendapat pengaruh sedang dari Maya. Sementara Siwatma mendapat pengaruh paling kuat dari Maya.
Sanghyang Widhi Paramasiwa, adalah kesadaran tertinggi yang sama sekali tidak terjamah oleh belenggu Maya.
Karena itu sebutannya Nirguna Brahman. Ia adalah perwujudan sepi, suci, murni, kekal abadi, tanpa aktivitas. Paramasiwa kemudian kesadarannya telah mulai tersentuh oleh Maya.
Mulai terpengaruh oleh sakti, guna, dan swabhawa yang merupakan hukum kemahakuasaan Sang Hyang Widhi Sadasiwa.
Ia memiliki kekuatan untuk memenuhi segala kehendak, yang simbolnya dengan bunga teratai sebagai stananya.
Digambarkan sebagai perwujudan mantra yang simbolnya dengan aksara AUM (OM) dengan Iswara (I) sebagai kepala.
Tatpurusa sebagai muka (TA), Aghora (A) sebagai hati, Bamadewa (BA) sebagai alat-alat rahasia, Sadyojata (SA) sebagai badan.
Dewa sakti, guna dan swabhawanya, ia aktif dengan segala ciptaan-ciptaanNya. Karena itu sebutannya Saguna Brahman.
Pada tingkatan Siwatma Tattwa, sakti, guna, dan swabhawanya sudah berkurang karena pengaruh Maya.
Oleh sebab itu Siwatma Tattwa juga Mayasira Tattwa. Dan perbedaannya atas delapan tingkat, atas pengaruh Maya ini yang sebutannya Astawidyasana.
Sebab bilamana pengaruh Maya sudah sedemikian besar terhadap Siwatma, akan menyebabkan hilangnya kesadaran asli dan sifatnya menjadi Awidya.
Kemudian apabila kesadaran terpecah-pecah dan menjiwai semua makhluk hidup, termasuk manusia maka sebutannya Atma atau Jiwatma.
Sehingga meskipun Atma merupakan bagian dari Sang Hyang Widhi Wasa. Namun karena adanya belenggu Awidya, oleh pengaruh Maya (Pradhana Tattwa). Maka ia tidak lagi menyadari asalnya. Hal inilah yang membuat Atma berada di lingkaran sorga, neraka dan samsara secara berulang-ulang.
Atma akan dapat bersatu kembali ke asalnya, apabila semua selaras dengan ajaran Catur Iswarya, Panca Yama Brata, Panca Miyama Brata, dan Astasiddhi.
Bilamana karma dari Atma ini bertentangan dengan ajaran tersebut, maka Atma akan tetap berada di dalam lingkaran samsara reinkarnasi. Dan bentuk reinkarnasi Atma tergantung karma wesananya. sha/ay/dx