Pendidikan

Viral Siswi SMK PGRI 6 Denpasar Bertato Buat Tiktok di Kelas, Kepsek Akan Panggil Orangtua

918 Views

DENPASAR, OborDewata – Jagat maya heboh, karena seorang siswi di Denpasar Bali terlihat memakai tato dan kemudian mengunggah video joget di media sosial TikTok.
Aksi siswi SMK PGRI 6 Denpasar ini, yang masih menggunakan seragam sekolah bertato dan berjoget di media sosial kemudian menjadi perbincangan hangat warganet.
Tiktok dengan username @b3lsky_ tersebut terlihat di dalam kelas setelah mengikuti kegiatan pelajaran Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).
Kepala Sekolah SMK PGRI 6 Denpasar, Wayan Sukarta mengakui siswi tersebut merupakan siswi SMK PGRI 6 Denpasar.


“Itu memang benar anak kita SMK PGRI 6 Denpasar. Itu kegiatannya pada waktu kegiatan P5 atau kegiatan penerapan Pancasila. Sehingga selesai P5 itu dia iseng melakukan kegiatan seperti itu di kelas. Lantas diambillah video dia, lalu di-share oleh orang lain. Saya baru saja bicara sama orangtuanya,” kata Sukarta, Senin (16/9/2024).


Siswi tersebut berinisial B. Ketika ditanya apakah siswa tersebut sudah memakai tato saat bersekolah di SMK PGRI 6 Denpasar, Sukarta mengatakan, di awal bersekolah siswa tersebut tidak memakai tato.
“Kalau masalah tatoan itu memang di awal masuk di sini awalnya tidak, namun setelah masuk di sini karena anak ini sering keluar rumah tanpa izin orangtuanya sehingga orangtuanya tidak memperhatikan sejauh itu. Tau-tau sudah pakai tato banyak,” katanya.


Sukarta mengaku merasa kebingungan sebab jika sekolah mengambil langkah untuk tidak mengizinkan anak yang bertato setelah dia bersekolah tidak boleh melanjutkan sekolahnya, hal tersebut tidak ada aturannya.
Dan jika diberhentikan sekolah, Sukarta mengatakan lantas siapa yang akan mendidik anak ini. Untuk mengambil langkah selanjutnya, Sukarta pun akan memanggil siswi tersebut dengan orangtuanya ke sekolah, Selasa (17/9) pukul 09.00 Wita.


“Besok (hari ini, Red) saya panggil anak dan orangtuanya untuk konfirmasi gimana sebenarnya ini. Saya mau ambil langkah tegas kembalikan ke orangtua, nggak boleh juga. Harus ada aturan, sehingga kami serba sulit. Saya belum ambil sikap. Besok kita ambil langkah setelah bertemu orangtua. Jangan sampai merembet ke siswa lain,” tandasnya.
Sebagai kepala sekolah, Sukarta mengaku ada kekhawatiran siswa lain mengikuti apa yang dilakukan siswa tersebut.
“Istilahnya, mendidik terus agar anak itu sadar sendiri dan alur dari kurikulum merdeka seperti itu, tapi masalahnya kalau kami tegas sekali, ya kami juga disalahkan oleh pihak-pihak lain. Memang kita sudah imbau setiap hari agar bersikap biasa-biasa saja. Jangan mencolok. Itu akan menghambat masa depannya, kita imbau,” katanya.

Komisi Perlindungan Anak Daerah Provinsi Bali (KPAD) menindaklanjuti masalah ini dengan menghubungi kepala sekolah tersebut.
Anggota KPAD Provinsi Bali, Made Ariasa sangat menyayangkan karena terjadi kembali kasus seperti ini tiada henti menimpa dunia pendidikan khususnya anak-anak.
“Tingkah laku yang terekspos di media sosial yang seperti terkesan mengeksploitasi diri itu cenderung berpotensi menjadi korban kekerasan terhadap anak, mulai dari potensi kekerasan cyber bullying, kekerasan psikologis bahkan kekerasan seksual,” katanya, Senin (16/9).


Maraknya kenakalan ini, akan berpotensi terjadi kekerasan yang membahayakan. Tentu kejadian atau kasus eksploitasi diri siswa yang lagi viral tersebut harus segera disikapi oleh para pihak terkait, terkhusus pihak sekolah dengan mengacu pada aturan dan tata tertib sekolah.
”Sekolah dengan tidak boleh menyimpang dari berbagai peraturan perundang-perundangan yang ada di atasnya terkait dengan pendidikan dan perlindungan anak,” imbuhnya.
Informasi dari pihak sekolah, kasus siswi tersebut yang lagi viral segera ditangani dengan memanggil orangtua siswa tersebut.
Sambung Ariasa, informasi dari kepala sekolah, siswa tersebut sudah pernah berbuat masalah dan sudah ditangani, termasuk dengan orangtuanya. “Keluarga juga sudah merasakan kesulitan dalam mendidik dan mengawasi si anak tersebut,” katanya.


KPAD Bali akan menunjungi sekolah tersebut untuk memastikan, penanganan kasus sesuai dengan peraturan maupun undang-undang, bukan malah melanggar peraturan tersebut.
Ia menuturkan, permasalahan yang terjadi pada anak-anak sekolahan tidak kali ini saja. Ariasa mengaku berapa kali telah menyikapi informasi dan mendampingi beberapa kasus anak di satuan pendidikan, karena pihak sekolah mengalami kesulitan.
Setelah memberikan beberapa kali pembinaan, KPAD Bali menawarkan agar dilakukan pertemuan advokasi dan mediasi bersama keluarga dan para siswa yang cukup bermasalah melalui sinergi dengan stakeholder pendidikan dan perlindungan anak seperti psikolog, aparat penegak hukum, termasuk UPTD PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) maupun KPAD Provinsi Bali untuk lebih menguatkan upaya penanganan sekaligus bahan pencegahan ke depannya.
Selain aspek pencegahan dan penanganan melalui pola pembinaan, KPAD Provinsi Bali juga mendorong agar pihak sekolah, melihat kembali tata tertib sekolah menjadi sebuah peraturan sekolah yang memiliki landasan hukum dan substansi aturan yang mengakomodir berbagai permasalahan maupun potensi masalah ke depannya.
Termasuk potensi digugat secara hukum publik, manakala pihak sekolah keliru dalam sikap mengambil tindakan dalam penanganan masalah kekerasan di satuan pendidikan sekaligus menindak lanjuti amanat UU Perlindungan Anak dan Permendikbud Ristek RI No 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di satuan pendidikan. sha/dx