BALI, OborDewata.com – Lagi-lagi Lembaga Perkreditan Desa (LPD) bermasalah di Bali. Kali ini, LPD Intaran harus menjadi sorotan akibat ulah sang ketuanya.
Bayangkan saja, dana LPD Desa Adat Intaran, Sanur kauh, Denpasar Selatan, Bali yang sebagian besar berasal dari bantuan Pemerintah Provinsi Bali, malah salah guna oleh Ketua I Wayan Mudana.
Sehingga akhirnya membuat dirinya mendekam di penjara. I Wayan Mudana sudah jadi tersangka, kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) dan telah melalui pelimpahan tahap 2 berupa tersangka dan barang bukti kepada Kejaksaan Negeri Denpasar per Kamis 23 Januari 2025.
“Tersangka dugaan melakukan penyalahgunaan wewenang dengan membuat akun pinjaman pribadi untuk mengambil alih jaminan debitur macet. Namun, dana tersebut untuk kepentingan pribadinya,” jelas Kasi Humas Polresta Denpasar, AKP I Ketut Sukadi, Minggu 26 Januari 2025.
AKP Sukadi, mengatakan dari hasil pemeriksaan, kerugian negara oleh ulah I Wayan Mudana mencapai Rp 1.641.592.500 atau Rp1,6 miliar lebih, yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi tersangka.
Lanjutnya, kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan dana LPD Desa Adat Intaran yang sebagian besar berasal dari bantuan Pemerintah Provinsi Bali.
Pada tahun 2014, tersangka mengajukan kredit sebesar Rp 400 juta dengan jangka waktu hingga Maret 2017.
Namun, dalam kurun waktu 26 Maret 2016 hingga 31 Agustus 2018, tersangka menarik dana hingga Rp 8.118.663.000, yang mana angka itu jauh melebihi plafon pinjaman.
Berikutnya untuk menutupi boroknya, terangka kemudian melakukan restrukturisasi kredit pada 30 Oktober 2018, dengan meningkatkan plafon pinjaman menjadi Rp 11 miliar.
Hal itu untuk memberikan dasar hukum atas tarikan dana yang melebihi batas plafon pinjaman awal. Pada 1 Juli 2016, tersangjka kembali mengajukan kredit baru dengan plafon Rp 5 miliar.
Akan tetapi, di dalam periode 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Juli 2018, jumlah dana penarikan mencapai Rp 6.040.378.526, melebihi plafon.
Lalu, demi mengesahkan tarikan dana yang berlebihan, tersangka Wayan Mudana kembali melakukan restrukturisasi pada 29 Desember 2018, dengan menaikkan plafon pinjaman menjadi Rp 15 miliar.
Restrukturisasi ini dengan jaminan berupa sertifikat hak milik, yang sebagian besar atas nama tersangka Mudana sendiri.
Saat pemeriksaan benar saja adanya penyimpangan, dalam penggunaan dana LPD yang semestinya untuk kepentingan masyarakat desa adat namun justru untuk kepentingan pribadi.
Penyidikan kasus ini mulai Juni 2023 dan mencapai tahap pelimpahan (tahap 2) pada 23 Januari 2025. “Saat ini, tersangka oleh Kejaksaan Negeri Denpasar penahanan untuk proses hukum lebih lanjut,” bebernya.
Atas perkara ini, tersangka terjerat pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi sebagaimana di ubah dengan UU Nomor 20 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantas korupsi dan atau pasal 3 UU yang sama-sama dan atau pasal 8 Jo pasal 18 undang undang Tipikor Jo pasal 64 KUHP.
Selain itu, Mudana juga di sangkakan dengan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) dari Undang-undang yang sama, serta Pasal 8 Jo. Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang No. 31 Tahun 1999, tentang penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dalam pengelolaan dana LPD.
AKP I Ketut Sukadi menambahkan, bahwa kasus ini adalah bentuk komitmen kepolisian dalam memberantas tindak pidana korupsi.
“Kami terus mendukung penegakan hukum terhadap kasus-kasus yang merugikan negara dan masyarakat. Penyidikan ini dengan profesional dan transparan,” tegasnya.
Kasus korupsi ini harapannya menjadi pembelajaran penting, bagi pengelola keuangan daerah agar lebih berhati-hati dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas mereka.
Terpisah, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Denpasar telah membenarkan bahwa I Wayan Mudana sudah menjadi tahanan di sana atas kasus tindak pidana korupsi tersebut.
“Memang benar kami tangani,” terang Kasi Intel Kejari Denpasar, Ady Wira Bhakti yang senada juga dibenarkan Kasi Pidsus, Dewa Semara Putra ke media. (SHA)