Ekonomi Bisnis

PPN Jadi 12 Persen, Pengamat Ekonomi Nilai Dapat Optimalkan Kontribusi Pembelian Barang Mewah

863 Views

DENPASAR, OborDewata.com – Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen untuk barang mewah mulai tahun 2025 tentu akan memiliki sejumlah dampak positif yang signifikan terhadap perekonomian, terutama dalam meningkatkan penerimaan negara dan mendorong keadilan pajak.

Pengamat Ekonomi Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, SE.MM menjelaskan kenaikan PPN pada barang mewah akan memberikan tambahan pendapatan bagi kas negara. Barang mewah seperti mobil premium, perhiasan, dan barang impor bernilai tinggi merupakan segmen dengan pangsa pasar yang stabil meskipun harga naik.

“Dengan tarif PPN 12 persen, pemerintah dapat mengoptimalkan kontribusi dari kelompok berpenghasilan tinggi yg mampu membeli barang-barang tersebut. Pendapatan ini dapat digunakan untuk mendanai program pembangunan, termasuk infrastruktur dan sektor sosial seperti pendidikan dan kesehatan,” jelasnya.

Kedua, kebijakan ini mencerminkan prinsip keadilan pajak. Barang mewah umumnya dikonsumsi oleh golongan masyarakat atas, sehingga kenaikan pajak lebih berorientasi pada pembebanan yg proporsional. Hal ini dinilai dapat membantu meringankan beban masyarakat bawah yang relatif lebih sensitif terhadap kenaikan harga barang kebutuhan pokok.

“Ketiga, kenaikan PPN pada barang mewah dpt mengurangi ketimpangan konsumsi. Tarif pajak yang lebih tinggi untuk barang tertentu dpt mengendalikan permintaan terhadap produk tidak esensial, yang sekaligus mendorong masyarakat untuk lebih bijak dalam membelanjakan uangnya,” bebernya.

Namun, dampak positif tersebut perlu didukung oleh sistem pengawasan yg kuat untuk memastikan kepatuhan pajak dari pelaku usaha. Penerapan PPN 12 persen diharapkan tidak hanya menjadi sumber pendapatan negara, tetapi juga sebagai alat untuk memperkuat keadilan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Kebijakan ini menegaskan komitmen pemerintah dalam mengelola ekonomi yang inklusif dan berorientasi pada pembangunan jangka panjang.

“Untuk menerapkan PPN 12 persen pada barang mewah Tahun 2025, kesiapan pemerintah dalam pengkategorian barang mewah menjadi aspek penting. Pengelompokan barang mewah harus didasarkan pada kriteria yang jelas, seperti nilai barang, fungsi barang, atau karakteristik konsumennya,” tandasnya.

Pemerintah diharapkan sudah memiliki sistem klasifikasi yang kuat, menggunakan data pasar, dan melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk pelaku usaha, untuk menentukan kategori barang yang tepat. Namun, tentu tantangan tetap ada. Salah satu kendala adalah kemungkinan manipulasi atau upaya penghindaran pajak, di mana pelaku usaha atau konsumen dapat menyiasati klasifikasi barang agar tidak masuk kategori barang mewah, sehingga pengenaan pajaknya menjadi lebih murah. Contohnya, importir dapat mengklaim barang tertentu sebagai barang kebutuhan biasa, bukan barang mewah, dengan memodifikasi fitur atau mendeklarasikan nilai barang di bawah ambang batas tertentu. Upaya untuk Mengantisipasi Manipulasi, dapat dilakukan dgn cara: (1) Sistem Data dan Teknologi Digital; (2) Pengawasan dan Penegakan Hukum; (3) Definisi Barang Mewah yang Tegas; (4) Kolaborasi Internasional.

LMeskipun risiko manipulasi ada, kesiapan pemerintah dalam hal regulasi, teknologi, dan pengawasan akan menjadi kunci keberhasilan kebijakan PPN 12% pada barang mewah,” tutupnya. tim/dx