MANGUPURA, OborDewata.com – Guna memperkuat Konsolidasi dalam menyerap aspirasi para pekerja di Badung, Ketua KSPSI Bali, I Wayan Madra bersama rekannya mendatangi Wakil Ketua I DPRD Badung, I Wayan Suyasa dan lansung diterimanya di ruang Rapat Gosana II gedung DPRD Badung, pada Senin (15/1/2024).
“Di momen ini kita gunakan kesempatan untuk diskusi apa yang perlu diperkuat, perjuangan kita sebagai organisasi serikat pekerja. Kesempatan ini kita gunakan dengan baik karena mencari waktu bertemu Bapak Wakil Ketua cukup sulit di tengah kepadatan jadwal beliau,” terangnya. Ucapnya Ketua KSPSI Bali, I Wayan Madra.

Madra mengungkapkan, serikat pekerja adalah organisasi perjuangan masalah isi perut. Para serikat pekerja berjuang untuk bisa hidup layak dan sejahtera bersama keluarga. “Bagaimana kita dan keluarga bisa hidup sejahtera. Bagaimana para pekerja sejahtera, pada kesempatan konsolidasi ini kita diskusikan dan menyampaikan aspirasi terkait situasi serikat pekerja saat ini,” katanya.
Wakil Ketua I DPRD Badung, I Wayan Suyasa menyambut baik dan mengapresiasi konsolidasi KSPSI yang merupakan induk organisasi buruh di Bali ini. Ia menyampaikan, sebelum menjabat sebagai wakil rakyat, pihaknya juga pernah sebagai pekerja di salah satu hotel di Bali.
“Saya juga dulu seorang buruh, karyawan hotel. Intinya, bukan baru saya menjadi anggota Dewan saya diberi kesempatan menjadi ketua buruh. Bukan, tetapi dari awal saya bagian dari buruh, tidak ada salahnya kita selalu berkoordinasi,” ujarnya.
Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja (FSP) Bali Kabupaten Badung itu mengatakan, selama ini para buruh/pekerja selalu dituntut oleh pengusaha maupun pemerintah. Namun, aspirasi para buruh/pekerja jarang didengar. “Mungkin hanya saat May Day saja baru ditanya aspirasinya apa. Saya bagian dari buruh juga, saya ingin gerakan buruh ini harus bersatu demi cita-cita kita bersama,” katanya.
Suyasa tidak menampik bahwa, selama ini, para pekerja hanya akan ingat organisasi disaat ada masalah. Maka, inilah pentingnya pemerintah dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja, termasuk wakil rakyat, pengusaha dan pekerja untuk selalu berkomunikasi.
“Bukan orientasinya tuntutan hak saja, tetapi sejauh mana mereka bisa mengimplementasikan organisasi ini bisa dikenal luas oleh masyarakat. Maka dari itu, kita ingin memberikan suatu perhatian kepada anggota Serikat Pekerja di masing-masing perusahaan agar mereka punya rasa sense of belonging yaitu sama-sama saling menguntungkan ataupun minimal selanjutnya tugas dan kewajiban,” paparnya.
Sementara, buruh ataupun pekerja selalu diorientasikan upahnya standar UMK. Padahal undang-undang sudah jelas 0 sampai di bawah 1 tahun itu baru bicara UMK. Artinya, pemerintah mengamankan pekerja itu disaat mulai bekerja tidak kurang dari UMK.
“Kalau pengusaha ataupun perusahaan sudah lebih bahkan lebih dari 5 tahun sampai 15 tahun tidak orientasinya UMK. Itu sudah rasa, bagaimana kalau kita sudah mendapatkan untung perusahaan kok masih bicara UMK. Karena UMK itu standarnya kemarin kan masih lajang, belum menikah, belum punya anak itu gradenya UMK sehingga 0 sampai 1 tahun karena mereka masih lajang. Kalau sudah 5 tahun ke atas mereka sudah menikah, punya anak masa tetap UMK gradenya. Kan tidak rasional. Tapi kita tidak bisa bicara local genius Bali, karena UU dibentuk di pusat,” paparnya. dx/sathya