DENPASAR, OborDewata.com – Perkara skorsing yang berujung PHK sepihak kepada pekerja Bandara I Gusti Ngurah Rai belum temui jalan tengah, Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Regional Bali lakukan aksi massa di Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Bali pada, Jumat (31/1/2025).
Ida Dewa Made Rai Budi Darsana selaku Sekretaris FSPM Regional Bali/Korlap menerangkan aksi ini bermula dari dari adanya skorsing yang dilakukan oleh pihak perusahaan PT Angkasa Pura Suport yang merupakan anak perusahaan dari Angkasa Pura Bandara I Gusiti Ngurah Rai Bali, yang mana para pekerja yang berjumlah Kurang Lebih 500-an Pekerja melakukan aksi mogok kerja pada tanggal 19 Agustus sampai 20 Agustus tahun 2024 yang lalu, namun perusahaan hanya memberikan sanksi terhadap enam orang pekerja PT APS Cabang Denpasar, yang terdiri dari ketua Umum, Wakil Ketum, Bendahara dan anggota SPM PT APS cabang Denpasar.
“Pemberian sanksi skorsing yang berujung PHK Sepihak terhadap para Pekerja yang melakukan mogok kerja yang sah adalah sebuah tindakan yang melanggar UU No.13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dan merupakan pelanggaran pidana Ketenagakerjaan. Hal inilah yang mendorong kami untuk membuat aduan ke Pengawas Ketenagakerjaan,” jelasnya.
Pada tanggal 21 Oktober 2024 pun telah dibuat aduan ke Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Bali, namun baru di tanggal 14 November 2024 dipanggil untuk klarifikasi, yang mana pada saat FSPM tak puas dengan jawaban Pengawas Ketenagakerjaan setelah itu FSPM kembali bersurat ke Kepala Dinas Tenaga kerja & ESDM Provinsi Bali di waktu yang sama yaitu di tanggal 14 November 2024.
Setelah hampir satu bulan lebih menunggu, 19 Desember 2024 baru ada panggilan pemeriksaan oleh Tim Pengawas Ketenagakerjaan, yang mana pada saat pemeriksaan tersebut tidak boleh ada yang mendampingi pelapor. Dari situlah FSPM mulai merasa ada yang aneh dengan perlakuan Tim Pengawas Ketenagakerjaan.
“Kecurigaan dan kekecewaan kami terbukti di tanggal 23 Januari 2024, kami menerima surat hasil laporan pemeriksaan khusus yang disampaikan kepada kami, yang mana dari kesimpulan para pengawas mengatakan bahwa mogok kerja para pekerja PT APS dianggap tidak sah,” bebernya.
Terdapat lima poin tuntutan yang disampaikan diantaranya pertama menuntut Disnaker untuk mengevaluasi hasil investigasinya terkait aksi mogok yang dianggap tidak sah, karena tidak mencerminkan keadilan terhadap perlindungan pekerja yang di-PHK. Kedua, menuntut pengawas ketenagakerjaan untuk memberi sanksi ke perusahaan yang tidak membayarkan upah kepada pekerja, padahal masih dalam proses perselisihan.
Ketiga, menuntut pengawas ketenagakerjaan untuk mendesak perusahaan agar mempekerjakan kembali pekerja dan memberikan hak-haknya secara penuh, karena skorsing yang berujung pada PHK bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
Keempat, mengusut indikasi terjadinya pemberangusan serikat pekerja (union busting) melalui pemanggilan yang dilakukan oleh pihak perusahaan selama atau setelah mogok kerja, serta melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap anggota dan pengurus serikat yang melakukan mogok kerja yang sah. Kelima pengawas ketenagakerjaan untuk bersikap objektif dan professional dalam menjalankan fungsinya, agar bisa memenuhi rasa keadilan bagi pekerja yang dirugikan oleh perusahaan.
Di Bandara keenam orang yang di PHK tersebut bekerja sebagai Avsec (avation security). Pada aksi damai ini dibawa pula keranda sebagai simbol matinya hati nurani pemerintah.
“Simbol mereka (Disnaker) sudah mati hati nuraninya. Iya Disnaker itu sudah mati hati nurani mereka,” tutupnya. tim/dx