DENPASAR, OborDewata.com- Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Suara Advokat Indonesia (SAI) Denpasar telah merampungkan gelaran Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) ke-10. Penutupan kegiatan ini berlangsung pada Jumat, 13 Juni 2025. Program ini menjadi prasyarat penting bagi lulusan fakultas hukum yang ingin berkarir sebagai advokat.
“PKPA ini kami selenggarakan sebagai prasyarat utama dan merupakan langkah awal mereka menuju profesi advokat,” ungkap I Wayan Purwita, SH, MH, CLA, Ketua DPC Peradi SAI Denpasar.
Program PKPA ini sudah berjalan rutin setiap tahun. Pelaksanaannya selalu melibatkan kerjasama erat. DPC Peradi SAI Denpasar bersinergi dengan DPN Peradi Pusat. Mereka juga menggandeng Fakultas Hukum Universitas Udayana (Unud). Sinergi ini memastikan kualitas pendidikan.
“Kami melakukannya bekerja sama dengan Fakultas Hukum Unud, jadi penyelenggaraan PKPA ini hasil kerja sama Peradi SAI Denpasar, DPN Peradi Pusat, dan Fakultas Hukum Unud,” jelas Wayan Purwita.
Para pengajar dalam program ini berasal dari berbagai latar belakang. Dosen Fakultas Hukum Unud turut serta memberikan materi. Praktisi dari DPC dan DPN Peradi juga aktif mengajar. Selain itu, hadir pula praktisi hukum lain. Mereka termasuk hakim pengadilan agama, jaksa, dan hakim pengadilan tinggi. Keragaman ini memperkaya wawasan peserta.
“Pengajarnya meliputi tiga unsur itu, bahkan lebih, mulai dari FKH Unud, DPC, DPN, hingga praktisi terkait seperti Hakim Pengadilan Agama, Kejaksaan, dan Hakim Pengadilan Tinggi,” papar Wayan Purwita.
PKPA ke-10 ini diikuti oleh 34 peserta. Jumlah ini sengaja dibatasi. Tujuannya adalah menjaga standar kualitas pengajaran. Sebanyak 26 kali pertemuan telah diselenggarakan. Kegiatan dimulai sejak awal Mei lalu.
“Peserta saat ini berjumlah 34 orang, diselenggarakan 26 kali pertemuan mulai awal Mei lalu, dan kami batasi jumlahnya untuk menjaga kualitas,” kata Wayan Purwita.
Pertemuan-pertemuan tersebut diadakan setiap hari Jumat dan Sabtu. Fokus utama kurikulum PKPA adalah hukum acara. Materi ini sangat relevan dan penting. Calon advokat akan menghadapi Ujian Profesi Advokat (UPA). Bahan UPA sebagian besar berasal dari PKPA.
“Yang difokuskan adalah hukum acara, karena setelah selesai PKPA mereka akan mengikuti Ujian Profesi Advokat (UPA), di mana bahan UPA banyak berasal dari PKPA,” terang Wayan Purwita.
Peserta diajarkan berbagai keterampilan praktis. Mereka belajar cara membuat gugatan. Juga menyusun surat kuasa yang benar. Cakupan materinya luas. Ini meliputi kasus perdata, pidana, dan tata negara. Bahkan, ada pula materi niaga, sengketa di Mahkamah Konstitusi, serta perselisihan hubungan industrial.
“Mereka diajarkan bagaimana membuat gugatan dan surat kuasa, baik itu untuk perkara perdata, pidana, tata negara, niaga, sengketa Mahkamah Konstitusi, dan perselisihan hubungan industrial,” rinci Wayan Purwita.
Fakultas Hukum Unud fokus pada materi teoritis. Misalnya, mereka mengajarkan teori gugatan perdata. Sementara itu, praktisi hukum membekali peserta dengan aspek aplikatif. Setiap sesi materi diisi oleh satu pemateri. Ini berarti ada 26 pemateri berbeda yang terlibat.
“Untuk Udayana biasanya memberikan materi teoritisnya, sementara materi dua dan tiga sudah masuk dalam tataran praktisi, dan materinya satu sesi satu pemateri, berarti ada 26 pemateri,” jelas Wayan Purwita.
Setelah menyelesaikan PKPA, sebagian besar peserta akan bergabung. Mereka akan masuk ke organisasi Peradi SAI Denpasar. Namun, ada pengecualian. Beberapa mungkin diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
“Mereka biasanya akan otomatis masuk ke organisasi Peradi SAI Denpasar, kecuali ada yang diterima sebagai PNS,” ujar Wayan Purwita.
Wayan Purwita juga menyoroti fenomena banyaknya organisasi advokat saat ini. Peradi sendiri terpecah menjadi tiga. Kondisi ini terkadang memicu persaingan yang tidak sehat. Bahkan, pelanggaran kode etik pun sering muncul. Hal ini mungkin terkait dengan upaya mencari nafkah.
“Harapannya memang, dengan begitu banyaknya organisasi advokat dan profesi advokat yang lahir, tidak terjadi persaingan tidak sehat bahkan pelanggaran kode etik yang mungkin terkait dengan mencari rezeki,” ungkap Wayan Purwita.
Peradi SAI Denpasar menekankan pentingnya integritas. Mereka menanamkan nilai-nilai luhur profesi. Tujuannya agar advokat muda senantiasa berpegang teguh pada kode etik advokat. Menjadi seorang advokat bukan semata mengejar kekayaan materi.
“Kami tekankan integritas agar mereka dalam melaksanakan profesi senantiasa berpegang pada kode etik advokat, dan kami tidak menanamkan bahwa ketika menjadi advokat bisa kaya raya,” tegas Wayan Purwita.
Advokat sejatinya memiliki panggilan mulia. Profesi ini dikenal sebagai Officium nobile. Artinya, “profesi mulia”. Sejarah mencatat, awalnya advokat memperjuangkan hak-hak kaum termarjinalkan. Semangat inilah yang terus dijaga Peradi SAI Denpasar. Mereka ingin advokat muda mengemban amanah ini dengan tulus.
“Jadi, kami tekankan bahwa menjadi advokat itu memberikan pelayanan kepada masyarakat, karena profesi advokat adalah Officium nobile atau ‘profesi mulia’ yang awalnya memperjuangkan kaum termarjinalkan,” pungkas Wayan Purwita. ga