Hukum

Penutupan Paksa Asram Awan Gelap Bagi Bali, Sayoga Tunggu Tindak Lanjut Kepolisian

892 Views

DENPASAR, OborDewata.com – Ketua Prajaniti Hindu Indonesia Provinsi Bali Dr Wayan Sayoga yang juga Pemerhati Sosial mengapresiasi Organisasi ISKCON-INDONESIA mengambil langkah hukum yang ditempuh merupakan sikap yang tepat.

“Sebagai warga negara yang beradab maka langkah ini tidak sekadar untuk menuntut keadilan atau untuk mengharapkan belas kasian dari negara, akan tetapi upaya ini merupakan bagian penting dalam upaya mengedukasi dan membangun kesadaran masyarakat bahwa jika ada hak hak dasar kita dilanggar terlebih dalam hal berkeyakinan maka kita mesti melawan dalam koridor yang sesuai dengan konstitusi,” kata Sayoga di Denpasar, Selasa (24/6).

Tindakan sepihak beberapa oknum yang mengatas namakan adat dan ditemani aparat formal merupakan tindakan kampungan dan tidak terdidik, yang sudah disesali oleh berbagai kalangan.

Memasuki properti pribadi orang lain yang disertai dengan tindakan menurunkan foto foto yang terpajang di dinding dan tindakan yang tidak pantas lainnya merupakan tindakan arogan dan memalukan ditengah kehidupan yang menjunjung adab, etik dan moral.

Cara – cara barbar dari tindakan penghakiman sepihak yang menimpa komunitas Hare Krishna merupakan awan gelap bagi Bali. Dan hal ini merupakan cerminan dari kegagalan pemerintah didalam membangun keharmonisan antar sesama.

“Ini bukan berita baik. Akan tetapi merupakan tamparan keras betapa kita mengalami kemunduran jauh karena tidak mampu mengelola perbedaan yang terjadi lewat cara cara terhormat dan berbudaya,” ujarnya.

Untuk itu, warga menunggu respon aparat kepolisian atas penghakiman sepihak yang jelas – jelas merupakan pelanggaran terhadap hak – hak mendasar dari warga negara yang sebetulnya dijamin oleh konstitusi.

Sebelumnya juga, Akademisi Prof I Gede Sutarya ikut menyayangkan Pulau Bali yang kembali menghadapi dugaan tindak pidana persekusi, intimidasi, dan pelanggaran terhadap kebebasan beragama dalam kasus Penutupan Asram di Karangasem, Senin (9/6/2025).

Pada tanggal 9 Juni 2025, sekitar pukul 09.00 WITA, di area tempat suci Asram, Desa Adat Subagan, Kabupaten Karangasem, sekelompok individu yang terdiri dari NR, CSA, IGA memasuki area tanpa izin pengelola.

Mereka mengintimidasi pelapor dengan menanyakan atribut persembahyangan yang belum diturunkan dan meminta KTP secara tidak prosedural, yang dianggap sebagai persekusi.

Pelapor menyatakan bahwa ia berada di lokasi sebagai pelajar dan tidak berani menurunkan atribut tersebut karena menghormati nilai sakral.

Selain itu, kelompok tersebut memaksa I Ketut Sukiadi, pemilik tanah, untuk menandatangani surat, yang ditolaknya atas saran anaknya.

Selain itu, pemindahan atribut persembahyangan. Atribut persembahyangan, termasuk foto Parwa Dewa-Dewa, Kitab Suci, genta, tempat tirta, guci, dan alat lainnya, dipindahkan secara sembarangan oleh kelompok tersebut, dengan dalih bahwa mereka hanya membantu I Ketut Sukiadi.

“Hal-hal seperti itu seharusnya dimulai dari dialog sebab desa adat tidak punya kekuatan paksa seperti negara,” kata Sutarya di Denpasar, Selasa (24/6).

Menurutnya, apabila ada pelanggaran hukum yang mengharuskan suatu ashram ditutup, desa adat harus melaporkannya ke polisi sehingga aparat yang mengambil tindakan.

“Desa adat tidak bisa main hakim sendiri. Negara ini punya aturan yang harus dipatuhi. Saya sarankan apapun konflik diselesaikan dengan dialog sebab esensi desa adat adalah dialog,” tegasnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum Dr. Dewa Krisna Prasada, M.H mengatakan, kasus itu sebagai peristiwa intimidasi dan pemaksaan dari fakta-fakta yang terungkap dalam laporan informasi yang disampaikan oleh pelapor, I Dewa Anom, S.Sos kepada kepolisian.

Tindakan ini diduga melanggar Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama, karena atribut tersebut memiliki nilai sakral bagi umat Hindu, termasuk pelapor. Tidak ada bukti bahwa pemindahan tersebut dilakukan dengan izin pengelola tempat suci, sehingga tindakan ini bersifat melawan hukum.

Maka dari itu, pihaknya telah melakukan Laporan Dugaan Tindak Pidana Persekusi, Intimidasi, dan Pelanggaran terhadap Kebebasan Beragama kepada Kapolres Karangasem pada tanggal 15 Juni 2025.

Terkait perkembangan kasus Penutupan Asram di Amlapura, Karangasem, pihaknya menyampaikan informasi berdasarkan surat resmi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, Polres Karangasem, dengan nomor B/161/VI/RES.1.24./2025/Reskrim dan nomor B/294/VI/RES.1.24./2025/Reskrim telah diterbitkan surat panggilan klarifikasi pelapor yaitu Dewa Anom perwakilan dari Organisasi ISKCON-INDONESIA yang ada ditempat kejadian perkara persekusi guna memberikan keterangan dalam rangka penyelidikan kasus yang dilaporkan.

Proses ini tentunya merupakan lanjutan dari Laporan Informasi dengan Nomor: LI/125/VI/2025/Reskrim dan dilanjutkan dengan Surat Perintah Tugas Penyelidikan Nomor: SP.Lidik/482/VI/RES.1.24./2025/Reskrim pada tanggal 16 Juni 2025.

“Proses hukum masih berjalan dan kami menghormati setiap langkah yang diambil oleh pihak kepolisian sesuai prosedur yang berlaku,” kata Dr. Dewa Krisna Prasada didampingi Dr Febriansyah Ramadhan, I Gede Druvananda Abhiseka, I Gusti Agung Kiddy Krsna dan I Ketut Dody Arta Kariawan.

Ia juga menegaskan bahwa Dewa Anom selaku pelapor yang mewakili organisasi senantiasa kooperatif dan menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.

Dalam hal ini, pihaknya berharap seluruh pihak, termasuk media dan masyarakat, dapat menghormati asas praduga tak bersalah dan memberikan ruang bagi aparat penegak hukum untuk bekerja secara profesional dan objektif.

Ia mengapresiasi perhatian publik terhadap kasus ini dan akan terus memberikan informasi yang akurat dan transparan seiring dengan perkembangan lebih lanjut.

“Kami percaya bahwa kebenaran akan terungkap melalui proses hukum yang adil dan terbuka,” pungkasnya. mas/pril