Berita

PHDI Tegas: Jangan Bangun Pura di Lahan Sengketa, Hormati Proses Hukum

883 Views

DENPASAR, OborDewata.com — Polemik dana hibah pembangunan pura yang diterima I Wayan Bulat dari Pemerintah Provinsi Bali kembali memanas. Pasalnya, dana hibah sebesar Rp500 juta yang dicairkan melalui usulan Anggota DPRD Bali Ketut Tama Tenaya ternyata digunakan untuk membangun pura di atas lahan milik pihak lain, yaitu PT JH. Kondisi ini memantik perhatian banyak pihak, termasuk Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali yang meminta agar pembangunan pura dihentikan sementara demi menghindari jerat hukum.

Lurah Jimbaran Wayan Kardiyasa pun segera menggelar mediasi di kantor kelurahan. Mediasi tersebut dihadiri Kasat Intel Polresta Denpasar, Ketua PHDI Provinsi Bali, Ketua PHDI Kabupaten Badung, Ketua MDA Kabupaten Badung, Camat Kuta Selatan, Danramil Kuta Selatan, Kapolsek Kuta Selatan, Ketua LPM Jimbaran, Bendesa Adat Jimbaran, Kepala Lingkungan Bhuana Gubug, Kelian Banjar Adat Bhuana Gubug, perwakilan PT JH, serta pihak Wayan Bulat.

Dari hasil mediasi, perwakilan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Made Widiana menegaskan bahwa dana hibah senilai Rp500 juta sudah dicairkan dalam beberapa termin. Penerima hibah diwajibkan melaporkan progres fisik pembangunan paling lambat 10 Januari 2026. Bila pembangunan tidak selesai sesuai waktu yang ditentukan, pencairan termin berikutnya akan dihentikan. “Dampak lebih lanjut tergantung pemeriksaan inspektorat dan BPK. Jika terbukti bermasalah, bisa berujung pada sanksi hukum,” ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris PHDI Bali Putu Wirata Dwikora menyampaikan agar pembangunan pura sebaiknya dihentikan terlebih dahulu. Ia menegaskan, sengketa lahan sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah) dan dimenangkan oleh PT JH. “Karena masih ada laporan pidana dan sengketa yang belum selesai, alangkah baiknya jangan dulu membangun pura. Mediasi sudah berulang kali dilakukan, dan kalau dipaksakan bisa memicu masalah hukum baru,” tegasnya.

Menurut Wirata Dwikora yang juga Ketua Bali Corruption Watch (BCW), penggunaan dana hibah pemerintah di atas lahan sengketa bisa menimbulkan persoalan hukum serius. “Kalau diteruskan, justru bisa dianggap melanggar hukum karena hibah digunakan di lahan yang bukan milik penerima,” jelasnya.

Senada, Camat Kuta Selatan I Ketut Gede Arta juga berharap agar semua pihak menahan diri. Ia menilai pembangunan pura tidak boleh dilakukan dengan melanggar ketentuan hukum. “Kita hormati proses hukum. Jangan sampai niat baik membangun tempat suci justru melahirkan masalah baru,” pesannya.

Kuasa hukum PT JH, Michael A. Wirasasmita, S.H., M.H., bersama I Kadek Agus Widiastika Adiputra, S.H., M.H., dari Law Office Michael A. Wirasasmita & Partner menegaskan bahwa pencairan hibah di atas lahan milik PT JH bisa dikategorikan merugikan keuangan negara. “Sebelum hibah dicairkan, seharusnya dilakukan verifikasi atas status lahan. Kalau benar dana sudah cair, berarti ada kelalaian serius dari pihak pemberi hibah,” tegas Michael.

Kadek Agus menambahkan, tudingan bahwa PT JH melarang masyarakat bersembahyang di lokasi tersebut tidak benar. Yang dilarang hanyalah kegiatan pembangunan atau renovasi tanpa izin, apalagi dengan dana hibah pemerintah di atas lahan yang secara hukum bukan milik penerima. “Kalau pola seperti ini dibiarkan, ke depan bisa menjadi preseden buruk. Dengan dalih membangun pura, orang bisa menyerobot lahan milik pihak lain,” tegasnya.

Selain itu, diketahui pula bahwa Wayan Bulat tengah menjalani proses hukum pidana terkait dugaan memakai tanah tanpa izin yang berhak, berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/B/100/II/2022/SPKT/Satreskrim/PolrestaDps/Polda Bali. Sedangkan kuasa hukumnya, Nyoman Wirama, juga tengah dilaporkan ke Polda Bali dalam kasus dugaan pemalsuan surat sesuai Pasal 263 KUHP.

Melihat kompleksitas kasus ini, PHDI menegaskan kembali sikapnya agar semua pihak menahan diri, menghormati proses hukum, dan tidak melanjutkan pembangunan pura hingga status lahan benar-benar jelas. Hingga berita ini diterbitkan, klarifikasi langsung dari pihak I Wayan Bulat dan Anggota DPRD Bali Ketut Tama Tenaya belum berhasil diperoleh sampai berita ini diturunkan. mas