Sosial Budaya

Penampahan Galungan Hari Ini, Jangan Lupa Lawar & Penjor Serta Waspada Bhuta Amengkurat

900 Views

DENPASAR, OborDewata.com – Penampahan Galungan pada Anggara Wage wuku Dungulan, adalah saat Sang Bhuta Amengkurat turun ke dunia.

Maka umat Hindu Nusantara, akan melakukan kegiatan penyembelihan atau penampahan, yang memiliki filosofi membunuh segala sifat hewan atau hal-hal yang bersifat negatif dalam diri.

 

Umat Hindu harapannya, pagi hari menghaturkan daging jajeron di natar merajan, natar rumah dan di lebuh, agar Sang Hyang Tiga Galungan dalam hal ini Sang Bhuta Amangkurat tidak menggoda dan kembali ke alamnya.

Saat penampahan Galungan, juga odalan pada palinggih penunggu karang, berupa haturan nasi roongan (nasi penek besar) sebanyak 4 buah.

 

Dengan ulam karangan. Palinggih penunggu karang adalah palinggih untuk Sang Kala Maya (setingkat picasa). Sehingga haturan tersebut untuk sang picasa, yang bernama Sang Kala Maya.

Tujuannya agar Sang Bhuta Kala tidak menggoda kehidupan manusia. Sedangkan pada hari Rabu Kliwon Wuku Dungulan, ini puncak dari rahinan jagat dan yang suci disebut hari raya Galungan.

 

Apabila bisa melewati godaan dan gangguan musuh dalam diri, berupa kemarahan, kedengkian, kekecewaan kedurhakaan, keserakahan, keegoan serta hal-hal yang bersifat negatif lainnya. Maka barulah bisa mengatakan sudah menang, atau Dharma menang melawan Adharma.

 

Dalam lontar Sri Jaya Kesunu, bahwa Sang Hyang Kala Tiga Galungan akan turun pada Redite Paing Wuku Dungulan. Sang Hyang Kala Tiga Galungan ini, terdiri dari tiga sosok niskala. Sang Bhuta Galungan konon turun saat Redite Paing Dungulan. Kemudian, Sang Bhuta Dungulan yang turun saat Soma Pon Dungulan. Dan ketiga, Sang Bhuta Amengkurat yang turun saat Anggara Wage Dungulan.

 

Ketiga-tiganya ini yang selalu menggoda kehidupan iman manusia yang sedang menyiapkan diri untuk merayakan hari suci Galungan. Saat turunnya Sang Bhuta Galungan pada Redite Paing Dungulan, maka umat Hindu harus siap-siap menjaga diri. Terutama menjaga supaya hal-hal negatif dalam diri seperti marah, dengki, iri, sombong, arogan, dan lain sebagainya bisa dikendalikan. Sehingga hari Raya Galungan betul-betul menjadi hari kemenangan Dharma melawan Adharma.

 

Kemudian ada penjor, sebagai lambang wujud gunung tertinggi yang merupakan tempat berstananya Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi-Nya.

Di samping itu, gunung juga memberi kesejahteraan, kesuburan dan sumber kebahagiaan bagi hidup umat manusia.

Sarana upacara penjor terdiri sebatang bambu, sepanjang kurang lebih 10 meter dengan ujungnya melengkung ke bawah. Hal itu, sebagai simbol Rwa Bhineda yaitu ada Dharma dan Adharma, atau baik dan tidak baik.

Hal tersebut dari wujud bambu itu sendiri, ada yang lurus sebagai simbol kebenaran dan ada yang melengkung ke bawah sebagai simbol ketidakbenaran.

 

Selain itu, bahwa bambu sebagai sarana membuat penjor, karena bambu sebagai lambang atma dan paramaatma yang merupakan satu- kesatuan dalam menjiwai kehidupan manusia.

Dengan simbol itu, harapnnya umat Hindu membangkitkan semangat Dharma untuk mampu mengalahkan sifat- sifat Adharma.

 

Sehingga dengan menancapkan penjor ke tanah, sebagai kebangkitan Dharma melawan Adharma. Dan mampu memperoleh kemenangan Dharma.

Selain itu, hiasan penjor dengan janur, plawa (campuran dari daun cemara, daun endong, pakis aji, dan lain sebagainya). Selain itu, sebagai wujud syukur dan terima kasih atas kemurahan limpahan kesejahteraan, dan kesuburan juga berupa hasil bumi berupa pala gantung dan pala bungkah, seperti buah jagung, mentimun, kelapa, pisang, jaje begina, jaje uli, umbi-umbian seperti umbi ketela, keladi dan lainnya.

 

Pemasangan penjor Galungan, biasanya pada hari penampahan Galungan, sebagai simbol mulai para umat Hindu membangkitkan pikiran, tingkah laku, dan kata-kata menuju kebenaran (Dharma).

Sehingga memulai membangkitkan dan memegang teguh prinsip Dharma untuk melawan Adharma. Selain itu, penjor terpasang di depan rumah  tempat keluar (lebuh) sebelah kanan, sebagai simbol pemegang dan pelaksana kebenaran (Dharma).

 

Posisi ini tergantung pada lokasi rumah, yaitu jika rumah menghadap ke timur berarti pemasangan penjor di sebelah selatan menghadap ke jalan. Begitu seterusnya yang penting di sebelah janan pintu keluar rumah. sha/dx