MANGUPURA, OborDewata.com – Naiknya nilai Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) dimana nilai kenaikannya yang mencapai ribuan kali lipat, membuat masyarakat Badung menjadi resah. Pasalnya, Ketua Komisi II DPRD Badung, I Made Sade Dego menilai kebijakan Pemkab Badung dalam menaikan nilai pajak kurang tepat sasaran, sebab dirinya melihat kondisi ekonomi di Kabupaten masih landai belum ada kemajuan ekonomi yang sangat signifikan.
Sada Dego mengusulkan, agar pimpinan DPRD bersama Ketua Alat Kelengkapan Dewan (AKD) dan Anggota Komisi III serta Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait duduk bersama membicarakan persoalan ini. Usulan tersebut langsung ditindaklanjuti dengan rapat yang digelar pada Selasa, 19 Agustus 2025 di ruang rapat DPRD Badung.
Dalam rapat tersebut, semua pihak yang hadir membahas maraknya keluhan masyarakat terkait lembaran PBB P2 yang sudah dibagikan kepala lingkungan masing-masing. Keluhan itu memunculkan polemik lantaran sejumlah keluarga di Badung mendapati tagihan PBB melonjak luar biasa, bahkan diperkirakan ada yang naik dari 700 persen hingga 2000 persen dibanding tahun sebelumnya. Lonjakan ini membuat warga kaget sekaligus resah, mengingat beban pajak yang begitu tinggi datang tiba-tiba.
Made Sada menegaskan bahwa ada sektor yang memang wajar dikenakan kenaikan, tetapi bukan untuk rumah pribadi masyarakat, sawah, maupun rumah ibadah. Menurutnya, tiga sektor itu harus dinolkan. Dari rapat yang digelar, terungkap bahwa dasar Bapenda Badung menaikkan PBB P2 adalah mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 dan turunannya dalam Peraturan Bupati (Perbup) Badung Nomor 11 Tahun 2025 tentang besaran NJOP, serta Perbup Nomor 15 Tahun 2025 tentang pengurangan PBB.
“Ini yang membuat masyarakat terkejut. Contoh riil ada dari bukti tagihan PBB warga tahun lalu yang harus dibayarkan Rp523.114, tetapi tahun ini menjadi Rp4.029.819. Kalau dihitung, kenaikan ini di atas 770 persen lebih. Dan itu hanya dari satu objek pajak saja,” tegas Dego sapaan akrab Made Sada.
Politisi Partai Demokrat asal Legian, Badung itu mengingatkan agar DPRD tidak hanya menyuarakan kritik di media, tetapi harus benar-benar mengawal dan memastikan aturan kenaikan ini dikaji ulang. Ia menyebutkan bahwa memang setiap tiga tahun sekali PBB dikaji ulang, tetapi besaran pertumbuhan ekonomi daerah serta kondisi masyarakat harus jadi pertimbangan utama.
“Besaran pertumbuhan ekonomi dan banyaknya efisiensi, nilai kenaikan ini jelas kurang tepat. Untuk meningkatkan APBD tidak harus dari PBB P2. Pajak dari PHR (Pajak Hotel dan Restoran) juga sudah naik dan itu sudah cukup menopang. Jadi nilai PBB seharusnya sama dengan tahun sebelumnya atau 2024,” ujar Bendara DPD Partai Demokrat ini.
Lebih lanjut, ia menilai Pemkab Badung seharusnya proaktif mencari pendapatan lain tanpa harus membebani rakyat dengan kenaikan PBB P2 yang fantastis. Karena itu, ia meminta agar pembahasan pendapatan daerah jangan hanya dimonopoli eksekutif, tetapi juga harus melibatkan DPRD sebagai wakil rakyat.
“Kajian untuk membesarkan pendapatan daerah ini harus dibicarakan bersama wakil rakyat. Kita sebagai legislator wajib dilibatkan. Misalnya tanah yang tidak dimanfaatkan untuk bisnis, itu harus dinolkan pajaknya. Jangan masyarakat kecil yang jadi korban,” tambahnya.
Made Sada juga menyinggung prosedur keberatan terhadap PBB P2 yang rumit, karena meskipun masyarakat keberatan, pembayaran tetap harus dilakukan lebih dulu. Menurutnya, hal ini jelas memberatkan dan perlu ada kebijakan lebih adil.
Ia menegaskan, meskipun dirinya adalah pendukung pemerintah, namun kebijakan kenaikan PBB P2 ini tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa kajian ulang. DPRD Kabupaten Badung, kata dia, sudah mengeluarkan rekomendasi resmi agar PBB dikaji kembali dengan mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
“Saya minta masyarakat bersabar, jangan berteriak terlalu keras karena kita sebagai daerah pariwisata harus tetap aman dan kondusif. Tapi percayalah, DPRD tidak tinggal diam, kita sudah keluarkan rekomendasi resmi untuk kajian ulang kenaikan PBB P2 ini,” tegasnya.
Kenaikan PBB yang sangat tinggi ini kini menjadi sorotan utama di Badung. Dengan perbedaan mencolok, dari Rp523 ribuan menjadi Rp4 jutaan dalam satu tahun, wajar bila warga merasa keberatan. DPRD pun berkomitmen untuk terus mengawal kebijakan ini agar lebih proporsional dan tidak merugikan masyarakat, sembari tetap menjaga stabilitas daerah pariwisata agar tetap kondusif. tra/ama/dx