BUDAYA, OborDewata.com – Tumpek Wayang, jatuh pada Sabtu 18 Januari 2025. Dalam umat Hindu, Wuku Wayang terkenal sebagai wuku yang keramat dan angker.
Sehingga kelahiran anak-anak selama Wuku Wayang, baik dari hari Minggu sampai Sabtu harus upacara sapuh leger.
Kemudian para sulinggih mengemukakan, bahwa pada Jumat Wuku Wayang, air cemer atau kotor, karena kekuatan Bhatara Kala maksimal saat melawan ayahnya Dewa Siwa.
Hal itu tertuang dalam lontar Kala Pati Tattwa. Sehingga umat Hindu harapannya agar tidak malukat atau keramas pada Jumat Wuku Wayang.
Kelahiran Wuku Wayang memang terkenal tenget dan angker. Sebab ada pengaruh sifat Bhatara Kala yang mengghingapi. Sehingga banyak kelahiran pada Wuku Wayang bersifat layaknya raksasa.
Sejatinya kelahiran Wuku Wayang adalah juga bagian dari kelahiran melik di Bali. Melik merupakan salah satu laku keyakinan masyarakat Bali, dan kelahiran melik ini berbahaya apabila tidak maruwat.
Ada tiga melik, yakni Adnyana, melik Ceciren, dan melik kelahiran. Nah kelahiran Wuku Wayang, masuk ke dalam katagori melik kelahiran. Wuku Wayang dimulai sejak Minggu hingga Sabtu, dengan jangka waktu seminggu.
Sehingga anak yang lahir sejak Minggu Wage hingga Sabtu Kliwon, termasuk ke dalam wuku Wayang. Sejak dahulu, ada kepercayaan di tengah-tengah masyarakat bahwa kelahiran anak pada Wuku Wayang harus sapuh leger. Bantennya pun cukup banyak dan ada pertunjukkan wayang di dalam upacara sapuh leger.
Bukan tanpa alasan ada pertunjukan wayang, sebab ada kisah di baliknya. Hari suci Tumpek Wayang yang jatuh setiap enam bulan (210) hari sekali, memiliki kisah menarik di belakangnya sesuai isi lontar Kala Pati Tattwa.
Sejak dahulu di Bali, semua anak yang lahir ketika Tumpek Wayang akan bayuh sapuh leger. Namun ada pendapat berbeda dari Ida Pedanda Gede Menara Putra Kekeran.
Sulinggih dari Gria Pemaron, Selat, Sangeh, Badung ini, memiliki pendapat berbeda. Beliau menjelaskan bahwa tidak semua yang lahir pada Wuku Wayang harus bayuh sapuh leger.
“Hanya yang lahir pada hari Jumat saja, yang harus sapuh leger,” tegas beliau. Hal ini, kata beliau, sudah berdasarkan tattwa bukan pendapat pribadinya.
Kelahiran Hyang Kumara yang sama dengan sang kakak (Bhatara Kala), membuat dirinya terus jadi bulan-bulanan pengejaran Bhatara Kala.
Beliau mengatakan, bahwa pengejaran Bhatara kala terjadi sejak hari Minggu Wuku Wayang hingga hari Jumat Wuku Wayang.
Hampir saja Hyang Kumara jadi lahapan Bhatara Kala, pada hari Jumat Wuku Wayang. Namun beruntung ia bersembunyi di bumbung gender milik seorang dalang, yang sedang mementaskan wayang.
Hyang Kumara meminta tolong kepada ki dalang, agar tidak memberitahukan posisinya kepada Bhatara Kala. Ki dalang pun membantunya, dan membiarkan Hyang Kumara bersembunyi.
Bhatara Kala yang haus dan lapar, akhirnya melahap babi guling dan segala sajian yang ada di pertunjukan wayang ki dalang tersebut.
Termasuk sesajen yang hendak Ki Dalang haturkan ke hadapan Dewa Siwa. Akhirnya karena semua Bhatara Kala makan, membuat ki dalang geram.
Ia bertanya dan berdebat dengan Bhatara Kala, karena telah memakan babi guling dan sesajen persembahannya.
Intinya, ki dalang ini ingin melaporkan sikap Bhatara Kala ke Dewa Siwa yang notabene ayahnya sendiri.
Bhatara Kala pun ketakutan mendengar ancaman itu, dan meminta ampun ke ki dalang agar tidak di adukan kepada Dewa Siwa.
Sejak saat itu, Bhatara Kala berjanji tidak akan memakan lagi anak-anak yang lahir pada Tumpek Wayang atau wuku Wayang. Dengan syarat menghaturkan sesajen dan menggelar pertunjukan wayang sapuh leger.
“Makanya perlu ada guling di upacara sapuh leger, bantennya bebangkit satu saja bisa,” sebut beliau.
Namun apabila masyarakat tidak memiliki biaya, bisa mengikuti sapuh leger massal. Beliau mengatakan yang perlu sapuh leger adalah kelahiran tepat Jumat Wuku Wayang, atau Jumat Wage Wuku Wayang.
Ia pedanda menjelaskan, bahwa semua kisah dan upakara serta upacara tentang Tumpek Wayang ini tertulis di dalam Kala Pati Tattwa.
“Alasannya karena dia (anak yang lahir hari Jumat), nadah atau tepat pada hari Kala Paksa, makanya harus sapuh leger,” tegas beliau.
Sedangkan seseorang yang lahir sejak hari Minggu sampai Kamis, tidak perlu sapuh leger. Hanya perlu nunas tirta panglukatan Sudamala saja.
Kemudian yang lahir hari Sabtu, tepat ketika Tumpek Wayang hanya perlu nunas tirta panglukatan Samarana saja.
Namun beliau tidak memungkiri, bahwa selama ini masyarakat kerap mengupacarai sapuh leger untuk semua anak yang lahir ketika Wuku Wayang.
Beliau menjelaskan, bahwa hari Jumat merupakan hari berbahaya karena berkaitan dengan hampir termangsanya Hyang Kumara oleh Bhatara Kala.
Sedangkan Sabtu, adalah hari yang telah lewat dari upaya Bhatara Kala memangsa Hyang Kumara.
Saat ini masyarakat Hindu di Bali, selalu merayakan hari suci Tumpek Wayang pada hari Sabtu Kliwon.
Pada hari ini, semua umat bisa memohon perlindungan kepada Bhatara Siwa untuk menghindari hal tidak baik.
Dalam kitab Sundarigama, pada hari Jumat Wage namanya Alapaksa atau Kala Paksa yakni hari yang kotor atau hari tercemar.
Dalam Alih Aksara, Alih Bahasa, dan Kajian Lontar Sundarigama, ada kemungkinan hari Jumat sakral dan tabu untuk melakukan sesuatu.
Karena hari itu memang merupakan hari terakhir menjelang memasuki puncak peralihan yang terjadi keesokan harinya. Yaitu pada Sabtu Kliwon Wayang atau hari suci Tumpek Wayang.
Tumpek Wayang hari paling keramat, karena merupakan hari pertemuan dari waktu-waktu yang sakral atau keramat.
Hari Sabtu merupakan hari terakhir menurut perhitungan Saptawara. Sedangkan Kliwon merupakan hari terakhir, menurut perhitungan Triwara.
Dan Wuku Wayang adalah wuku terakhir dari 30 wuku, yang memiliki Tumpek. Sehingga sehubungan dengan ini, umat Hindu mengenakan sarana penolak bahaya dengan menyelipkan pandan berduri di pinggang dan menorehkan kapur sirih di ulu hati.
Serta memasang pandan berduri di pintu masuk rumah, atau di bawah tempat tidur.
Selanjutnya, keesokan harinya sarana penolak bahaya itu jadi satu dan taruh di atas sidi sebagai simbol bahwa telah berhasil menyelamatkan diri, menghindari berbagai rintangan dan bencana.
Lalu pandan berduri itu di jalan dan ada segehan dengan iringan doa permakluman membuang segala noda, kotoran, penderitaan dan bencana. sha/dx