PolitikEkonomi Bisnis

Infrastruktur Belum Siap Pembangunan Bandara Buleleng Dinilai Hanya Untungkan Elit dan Berisiko Bebani Bali

914 Views

DENPASAR, OborDewata.com – Mantan Anggota DPR RI, I Nyoman Gunawan menilai ramainya isu bandara yang mencuat, sejatinya kondisi saat ini dinilai hanya menguntungkan beberapa insvestor dan beberapa elite politik saja daripada masyarakat Bali secara umum.

Kritik pedas Gunawan mengatakan, bahwa pembangunan bandara baru di Singaraja hanya akan memperburuk kondisi Bali, terutama terkait dengan kemacetan dan kurangnya infrastruktur yang memadai. 

“Pembangunan bandara ini hanya menguntungkan mereka yang memiliki tanah di sekitar lokasi yang direncanakan. Ini lebih kepada kepentingan elit politik dan pengusaha besar, bukan untuk kepentingan masyarakat Bali secara keseluruhan,” tegas Gunawan dalam wawancara, Kamis (16/11/2024).

Menurutnya, dengan adanya bandara baru, beban kemacetan di Bali justru akan bertambah. Jalan-jalan yang sudah padat belum cukup memadai untuk menampung lalu lintas yang lebih banyak, ditambah dengan masalah sampah yang masih menjadi persoalan besar di banyak kawasan. “Bali bukan hanya membutuhkan bandara baru, tapi perbaikan infrastruktur jalan dan pengelolaan sampah yang lebih baik,” ujarnya.

Lebih lanjut, Gunawan juga menyoroti ketimpangan dalam penguasaan sektor pariwisata di Bali yang kini banyak dikuasai oleh investor luar, baik itu perusahaan besar maupun hotel. “Sekarang ini banyak perusahaan besar dan hotel yang dimiliki oleh orang luar Bali. Jadi, apakah dengan pembangunan bandara baru ini, orang Bali akan mendapatkan keuntungan? Rasanya sulit, karena mereka lebih banyak menjadi buruh kasar dan penonton,” ungkap Gunawan.

Dalam pandangannya, pengembangan Bandara Buleleng juga tidak akan efektif karena belum ada destinasi wisata yang cukup menarik dan mendukung kunjungan wisatawan. “Siapa yang akan datang ke Singaraja kalau destinasi wisatanya tidak jelas? Bandara bisa jadi hanya menjadi ‘gajah putih’, dengan biaya besar yang tidak terpakai. Semua ini hanya akan menjadi beban anggaran negara,” tambahnya.

Gunawan menegaskan bahwa Bali saat ini lebih membutuhkan perbaikan infrastruktur darat, seperti jalan yang lebih baik, serta sistem transportasi yang efisien, ketimbang membangun bandara baru yang biayanya sangat besar. “Bali butuh transportasi yang lebih efisien. Mengapa tidak membangun kereta cepat atau LRT untuk menghubungkan Bali Selatan dengan Bali Utara? Dengan transportasi massal, akses ke Singaraja bisa lebih cepat dan murah tanpa harus ada bandara baru,” jelasnya.

Pembangunan bandara baru di Buleleng, menurut Gunawan, juga berisiko memperburuk mafia tanah di Bali. Ia menyebutkan banyak transaksi ilegal yang melibatkan penjualan tanah kepada orang asing dengan menggunakan nominee, yang berpotensi merugikan masyarakat lokal. “Mafia tanah harus ditindak, jangan sampai proyek ini malah menjadi ajang transaksi ilegal yang merugikan orang Bali,” tandasnya.

Sebagai solusinya, Gunawan menyarankan agar Bandara Ngurah Rai yang sudah ada diperluas kapasitasnya, dengan penambahan runway, daripada membangun bandara baru yang justru akan membebani anggaran negara. “Bali tidak butuh banyak bandara, cukup Bandara Ngurah Rai yang dioptimalkan. Jika kapasitasnya ditambah, masalah transportasi udara Bali sudah bisa teratasi,” jelasnya.

Gunawan juga mengingatkan bahwa pembangunan infrastruktur harus dilakukan secara hati-hati dan bertahap, berdasarkan kebutuhan riil masyarakat dan sektor pariwisata Bali. “Kami ingin Bali berkembang, tetapi harus melalui langkah yang terencana dan berkelanjutan. Tidak terburu-buru membangun proyek besar yang hanya menguntungkan segelintir pihak,” tutupnya.

Dengan pandangan kritis ini, Gunawan berharap agar pemerintah lebih bijak dalam merencanakan pembangunan infrastruktur di Bali, sehingga setiap proyek yang dijalankan benar-benar dapat membawa manfaat bagi masyarakat luas, bukan hanya kepentingan politisi atau kelompok tertentu. tim/ama/ksm